Senin, 24 Oktober 2011

Ibu,Aku Bangga Padamu

            Ayahku sudah lama meninggal. Ketika aku berumur empat tahun atau pada tepatnya sekitar delapan tahun yang lalu. Sejak saat itulah ibu yang menggantikan posisi ayah sebagai kepala rumah tangga. Setiap hari, ibu mencari nafkah tanpa kenal lelah hanya demi sesuap nasi untuk ke tiga orang anaknya. Ibu sering menjadi buruh penempel stiker gantungan kunci di pabrik belakang rumah. Walaupun dengan upah yang kecil, ibu tetap selalu bersyukur. Karena dengan upah itulah ibu bisa menafkahi anak-anaknya, baginya anak-anak adalah prioritas utama dalam hidupnya.
Ibu selalu berpesan kepadaku  bahwa aku harus tetap selalu bersyukur,karena aku masih bisa melanjutkan sekolah dan tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang. Dari semua anak-anaknya akulah yang paling sering di ajak curhat oleh ibu. Karena adik-adikku belum begitu mengerti atau faham tentang masalah hidup yang sedang melanda keluarga kami.
            Di tengah peliknya permasalahan ekonomi yang sedang mendera kami, ibu selalu berusaha untuk menyenangkan anak-anaknya. Mainan dan makanan kecil selalu ibu berikan kepada kami , meskipun terkadang ibu harus berkorban untuk itu.
            Namun pada suatu hari ibu terlihat berbeda dari biasanya dan sesekali menahan rintikan air matanya yang terlihat akan menetes dai kelopak matanya. Di depan anak-anaknya ibu selalu berusaha tegar dan menyembunyikan kesedihannya. Meskipun aku tahu bahwa ia sedang gundah. Ibu tidak mau memberitahukan kepada anak-anaknya, karena ia tidak mau membebani pikiran anak-anaknya.
             Hari demi hari ibu terliahat selalu sedih dan sesekali melihat sembari menciumi foto almarhum Ayah sambil menitikan air mata. Karena tidak tahan melihat kesedihanya. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, apa masalah yang sedang menimpanya. Akhirnya ibu pun mau bercerita kepadaku. Dengan mata yang berkaca-kaca sambil menatap foto Ayah, ibu bercerita bahwa pabrik gantungan kunci tempat ibu bekerja sudah tidak memproduksi barang lagi. Sedangkan tabungannya tinggal sedikit, belum lagi ibu harus membayar uang sewa rumah yang jatuh tepat seminggu lagi.
            Huhh.. dalam pikiranku,aku ingin sekali membantu ibu. Tapi apa daya aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa menghibur ibu dengan candaan atau permainan yang sudah sering aku lakukan, bahkan aku pun menyadari bahwa candaanku sudah terasa basi.
Tahun ini adalah waktunya aku untuk masuk SMP. Namun ibu belum mempunyai uang untuk melanjutkan sekolahku. Melihat info beasiswa di internet. Aku sangat ingin mendapatkannya,karena dengan begitu beban biaya yang di tanggung ibu akan sedikit berkurang. Dengan tekad bulat, aku belajar dengan sungguh-sungguh demi mengejar cita-citaku.
Hari ujian seleksi penerimaan bea siswapun tiba. Meskipun aku belum memberitahu ibu, namun ibu sudah mengetahuinya. Mungkin dari tingkah lakuku yang akhir-akhir ini jauh berbeda menjadi lebih giat belajar dan selalu mencari info beasiswa. Ibu sangat mendukung tekadku. Aku pun pamit kepada ibu untuk pergi mengikuti ujian seleksi, dengan penuh harapan aku pergi dengan semangat penuh untuk mendapatkan beasiswa itu.
Saat ujian aku tidak mengalami maslah yang berat untuk mengikuti test itu. Bahkan aku merasa yakin bahwa aku akan lulus. Setelah ujian selesai, panitia penyelenggara pun menempelkan pengumuman hasil test di mading. Namun aku tidak melihat tulisan namaku di papan pengumuman itu. Itu artinya aku tidak lulus test. Dengan rasa kecewa yang besar, aku ragu untuk memberitahukannya kepada ibu. Tetapi aku harus memberitahukannya walaupun aku ragu. Dengan perasaan yang gundah aku pun pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, ibu terlihat bahagia. Entah apa yang ada di dalam pikirannya sehingga ia terlihat gembira. Melihat ibu senang, aku ragu memberitahukannya. Karena aku takut merusak kebahagiaan yang sedang ibu rasakan.
Saat melihat aku membuka sepatu di teras rumah, ibu pun menanyakan tentang hasil test seleksi itu. Tetapi sebelum aku memberitahunya, ibu berkata bahwa ia bangga kepadaku karena aku sudah berusaha. Mungkin ibu mengetahui aku gagal karena melihat gelagat aku yang murung.
Saat aku diam dan meratapi kegagalanku, ibu bercerita kepadaku. Bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan baru. Rasa kecewaku pun seketika berubah menjadi gembira ketika mendengar kabar itu. Sambil menatapku ibu pun tidak berhenti mengucap rasa syukur kepada Allah SWT karena telah memberikanya pekerjaan baru. Aku sangat bangga sekali memiliki orang tua sekuat dan setegar ibu.


0 komentar: