Rabu, 02 Mei 2012

PUISI

Label: , ,

Puisi adalah karya sastra yang universal. Puisi dapat mengungkapkan berbagai perasaan sedih dan gembira yang dialami oleh penyairnya. Bahasa yang digunakan penyair dalam menulis puisi mampu mengungkap latar belakang sosial, budaya, politik tempat penyair itu berada. Sebagai contoh, puisi-puisi Chairil Anwar dan puisi Angkatan ’45 lainnya, kebanyakan bercerita tentang keadaan sosial-politik pada waktu itu, yakni banyak terjadi peperangan. Jika puisi-puisi tersebut dibaca dalam konteks saat ini, pembaca pun akan dapat mengungkap realitas sosial-politik pada waktu itu, ketika puisi puisi itu diciptakan.

Begitu pula dengan puisi dari negara lain (puisi berbahasa asing). Secara struktural, puisi terjemahan diciptakan dengan struktur yang sama, yaitu memiliki tema, nada, rasa, dan amanat. Teknik yang digunakan dalam mengekspresikannya pun sama, yaitu rima, ritme, majas, diksi, imaji, dan kata nyata. Akan tetapi, karena latar belakang, pengalaman hidup, dan pengalaman batin penyair berbeda, isi puisi yang disajikan pada puisi dari negara yang berbeda akan memiliki kekhasan tersendiri. Karena kemajuan teknologi informasi, banyak karya sastra dari negara lain yang bisa dibaca di Indonesia.
Banyak pula pembaca di Indonesia (penikmat puisi) menyukai syair-syair dari negara lain. Bahasanya yang indah, pilihan katanya yang puitis, sering kali menjadi faktor mengapa sebuah puisi sangat disukai. Lebih dari itu, kedalaman makna yang terkandung dalam puisi tersebut, menjadi alasan penting mengapa seseorang menyukai puisi asing. Adanya kendala keterbatasan penguasaan bahasa asing, mendorong beberapa penyair menerjemahkan puisi-puisi asing tersebut. Dengan demikian, kini para pembaca dan penikmat puisi dapat mengapresiasi sebuah puisi melalui karya terjemahan tersebut.
Perhatikan salah satu contoh puisi terjemahan berikut ini!
Bibir yang Tersayat
Karya Samih al-Qasim
Ingin kuceritakan kepadamu
Kisah tentang seekor bulbul yang mati
Ingin kuceritakan kepadamu
Kisah .............................................
Kalau saja tak mereka sayat bibirku
Dikutip dari Membaca Sastra, hlm. 54
Merujuk pada puisi di atas, kita dapat mengetahui bahwa tema puisi di atas adalah ”kepedihan seseorang akibat ketertindasan”. Hal itu terungkap lewat larik puisi Ingin kuceritakan kepadamu/ Kisah tentang seekor bulbul yang mati// Kesedihan penyair lebih terasa karena ia dilarang berbicara untuk mengungkapkan kepedihan hatinya. Hal itu terungkap lewat larik puisi Ingin kuceritakan kepadamu/ Kisah ......../ Kalau saja tak mereka sayat bibirku// Pilihan kata di atas: ingin, mati, sayat jika dikaitkan dengan kondisi politik tempat penyair hidup (Palestina), tentu saja akan menimbulkan penafsiran yang sangat mendalam.

Pilihan kata tersebut merupakan ekspresi ketertindasan rakyat Palestina karena dirampas
haknya (hak untuk berbicara). Selain simbol-simbol bahasa berupa bunyi dan kata, teknik penuturannya pun dapat dijadikan alat untuk menyampaikan makna tertentu. Pada puisi ”Bibir yang Tersayat” di atas, penyair lebih memilih teknik bercerita atau berkisah. Pada puisi tersebut, pembaca dapat mengetahui bahwa penyair merasa tertekan karena kondisi politik yang terjadi di negaranya. Ia ingin sekali melakukan sesuatu untuk memperbaiki kondisi itu, namun ia tak berdaya akibat adanya perampasan hak bicara.

Puisi lama merupakan pencerminan masyarakat lama yang masih kuat berpegang pada adat. Berbeda dengan puisi lama, puisi baru merupakan pencerminan masyarakat baru. Puisi baru tidak terlalu terikat pada aturan, terutama dalam persajakan. Puisi baru juga mencerminkan sifat kepribadian individual. Timbulnya puisi baru dipelopori oleh para sastrawan muda dalam Angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 1930-an merupakan masa tumbuh dan berkembangnya semangat persatuan dan kesatuan. Puisi baru memang tidak terlalu terikat pada aturan sebagaimana puisi lama. Akan tetapi, dalam pembuatan puisi baru, tetap memerhatikan bait, irama, dan rima.
Perhatikan contoh puisi baru berbentuk soneta berikut!
Api Suci
Sutan Takdir Alisjahbana
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
pengantar
Seperti waja merah membara,
Dalam bakaran api nyala,
Biar jiwaku habis terlebur,
Dalam kobaran nyala raya.
kuatren
Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
isi
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Pada contoh puisi baru tersebut, masih tampak penggunaan
Pembahasan
tentang isi puisi berkenaan dengan gambaran pengindraan atau
pencitraan, perasaan atau emosi, pikiran, dan imajinasi.
1. Gambaran Pengindraan dalam Puisi
Gambaran pengindraan dalam puisi meliputi pengindraan
penglihatan, pendengaran, dan perasa. Pengindraan penglihatan
dapat ditemukan dalam larik-larik puisi

”Gadis Peminta-minta”
karya Toto Sudarto berikut.
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.
....
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Melalui kata-kata tersebut, pembaca seolah-olah dapat melihat
kedukaan penyair secara lebih jelas.
Pengindraan pendengaran adalah ungkapan dari penyair
dalam puisi yang membuat pembaca seolah-olah dapat
mendengarkan suara yang digambarkan oleh penyair. Contoh
pengindraan pendengaran dapat ditemukan dalam larik-larik
puisi ”Asmaradana” karya Goenawan Mohamad berikut.
Ia dengan kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari
daun
Karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta
langkah pedati. Ketika langit bersih menampakkan bima
sakti.
....
Pengindraan perasa merupakan penciptaan ungkapan oleh penyair yang dapat memengaruhi perasaan pembaca puisi. Contoh pengindraan perasa dapat ditemukan dalam larik-larik puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar sebagai berikut.
....
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengab harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Penggunaan kata-kata dalam larik-larik puisi tersebut
mengajak pembaca merasakan kedukaan secara mendalam.

2. Emosi dalam Puisi
Emosi atau perasaan merupakan unsur yang utama dan mendasar dalam puisi. Emosi sangat beragam, misalnya menggembirakan, menyedihkan, mengerikan, menakutkan, benci, jijik cemburu, malu, dan sebagainya. Emosi dalam puisi harus cocok dan seimbang dengan situasi yang dikemukakannya. Contoh larik puisi yang mengungkap emosi penyesalan dapat ditemukan dalam larik-larik puisi ”Menyesal” karya Ali Hasjmi
berikut.
Akh, apa guna kusesalkan.
Menyesal tua tidak berguna,
Hanya menambah luka sukma.

3. Imajinasi
Imajinasi dalam puisi merupakan daya pikir penyair untuk membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalamannya. Berikut adalah contoh imajinasi Burhanudin yang ditulis dalam puisi berjudul ”Senja di Pantai”

Senja di Pantai
Lihat perahu yang tertambat
debur ombak tanpa lelah
riaknya tinggalkan buih
saksikan kesendirian, berjalan
menyisir pantai, pasir bisu
rumah kerang dan siput yang rapuh
tanpa sapa,
nestapa 
sebagai kamu yang makin jauh
 
http://jurangpengetahuan.blogspot.com/2011/01/puisi.html

0 komentar: