IBU
YANG PENUH DOSA
Dulu aku
berhayal menikah dengan suamiku akan penuh kebahagiaan dan hari-hari yang ceria.
Namun, kenyataannya hanya “burung yang
hinggap di pohon”, seumur jagung pernikahanku sudah tak karuan. Kami sering
selisih paham, hanya masalah kecil seisi rumah terasa hampir pecah. Salah
bicara, maka tamparan yang akan kuterima.
Entah apa yang
kupikirkan dulu saat memutuskan untuk menikah dengan suamiku, aku kaget dengan
tingkah suamiku yang mendadak berubah, sadis, jahat, kejam, tak ada pengertian
sama sekali. Namun, nasi sudah menjadi bubur, aku sudah terlanjur menikah
dengannya, apalagi aku sekarang hamil muda, mau tidak mau aku harus menerima
semuanya. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan calon bayi ku nanti kelak
kalau dia lahir.
***
Sembilan bulan
kulalui, siksaan dan caci maki sering kurasakan dari suamiku. Ternyata penyebab
kemarahannya adalah tuduhannya terhadapku bahwa aku hamil bukan darinya. Dia
mengatakan bahwa bayi yang kukandung bukan hasil hubungan kami berdua, tapi
dengan mantan kekasihku yang dulu.
Aku sudah
berkata jujur, aku juga sudah bersumpah dihadapannya bahwa bayi ini adalah anak
kandungnya, namun dia tetap tidak percaya. Sekarang, anak itu telah lahir. Bayi
yang cantik, dengan tubuh yang putih bersih. Akhirnya, aku menjadi ibu. Tapi,
ibu apa aku ini? mengurus popoknya pun aku tak mampu. Ibuku selalu membantuku
setiap kali bayiku menangis dan mengompol.
***
Beban yang
kuterima terlalu berat, ditambah lagi suamiku yang tidak pernah pengertian, aku
semakin tersiksa dengan keadaan ini. Setiap bayiku menangis, maka amarah
suamiku semakin memuncak, sepertinya dia mau melahap bayiku. Melihat keadaan
ini, ibuku pun tidak tega melihatku, ibu sering memaksaku untuk berpisah dari
suamiku.
Awalnya aku
tidak mau melakukannya, tapi, lama kelamaan rasanya aku sudah tidak tahan lagi
dengan ocehan sangat menyakitkan hatiku, yang selalu keluar secara terus
menerus dari mulut suamiku mengepul penuh dengan asap rokok. Acap kali, asap
rokok itu dihembuskannya ke muka ku dan muka anakku.
***
Lima bulan umur bayiku, aku
memutuskan untuk berpisah dari suamiku. Karena kurasa, aku mampu hidup sendiri
tanpa suamiku, kerjanya setiap hari dia hanya menyiksaku, menggerogoti harta
kekayaan ibuku. Akhirnya, aku bercerai. Inilah kegagalan pertama dalam hidupku.
Setelah
bercerai dari suamiku aku memutuskan untuk tidak ikut dengan orang tuaku, aku
mengontrak rumah kecil yang jauh dari keramaian. Di sanalah aku dan anakku
hidup bahagia.
***
Lama kelamaan,
anakku yang cantik tumbuh menjadi remaja yang dewasa, kecantikannya terpancar
dari setiap gerak langkah dan senyumannya. Membuat semua lelaki tergoda
terhadapnya. Tapi ternyata, kecantikan itu penyebab dari rusaknya masa depan
anakku tersayang.
Anakku tergoda
dengan duniawi, setiap hari dia pulang selalu terlambat. Awalnya, aku mengira
kesibukannya disebabkan oleh tugas sekolah, tapi ternyata dia terlalu sibuk dengan
pacar-pacarnya yang tak terhitung banyaknya. Setiap kali aku melihatnya diantar
pulang, selalu laki-laki yang berbeda. Aku sering melarang anakku untuk
berpacaran, namun anakku selalu menjawab dan membantah apa yang aku larang.
Sampai suatu
hari, anakku mual-mual, aku menganggap bahwa mualnya itu adalah masuk angin
biasa karena dia terlalu sibuk dengan sekolahnya. Namun, lama kelamaan dia
mengakui bahwa dia telah hamil.
Sering kudesak
dia untuk mengatakan siapa yang telah menghamilinya, namun dia selalu menjawab
“tidak tahu”. Aku sangat terpukul dengan keadaan ini, aku merasa berdosa dengan
hidupku, aku merasa berdosa dengan anakku, aku telah salah mendidik anakku. Aku
terlalu membebaskan aktivitas anakku tanpa memperhatikan apakah aktivitas itu
baik atau tidak untuk dia.
***
Inilah
kegagalanku, kegagalan yang kuharap terakhir dalam hidupku, aku memutuskan
anakku untuk tetap mengandung anaknya, walau tanpa suami. Aku tidak ingin
anakku melakukan dosa dua kali, dia telah melakukan zina dan sekarang dia harus
menggugurkan kandungannya, TIDAK, aku tidak akan lakukan itu.
Biarkanlah dosa
itu kami tanggung berdua, anakku hamil tanpa tahu siapa dari ayah bayi yang
dikandungnya, semua tetangga mencemooh keluarga kami, mereka menghujat kami
dengan kata-kata kasar, kami diasingkan. Sampai pada akhirnya anakku melahirkan
bayinya, namun karena usia anakku terlalu muda, anakku dan bayinya meninggal
pada proses persalinannya.
Aku terkejut
mendengarnya, serasa isi dunia mau pecah dihadapanku, aku tak sadarkan diri,
sampai aku terbangun dari pingsanku, aku melihat dihadapanku, anakku dan
bayinya terbujur kaku di hadapanku dengan diselimuti kain putih yang menutupi
seluruh tubuh mereka.
Aku sedih,
namun tak mampu menangis.
Inginku
menjerit, tapi tak mampu mengeluarkan suara.
Hidup begitu
kejam,
Begitu besar
dosa yang kutanggung
Aku tidak
berhasil dalam rumah tangga
Kini aku juga
tidak berhasil dalam mengurus anakku
Ya Allah
Ampuni dosaku
maafkan atas
segala kesalahanku
Aku hancur,
remuk, tak berbekas
Aku ibarat
sampah yang busuk
yang bila
disimpan akan mengganggu orang lain
Akhirnya,
setelah satu minggu kematian anakku, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
Aku meninggalkan semua yang ada di dunia ini, karena memang tidak ada yang
kumiliki lagi. Suami yang kusayang tak pernah peduli, anakku yang kucinta dan
kubanggakan kini sudah tak ada lagi.
Selamat tinggal
ibu,
terimakasih
telah merawatku
terimakasih
telah bersabar menasehatiku
Namun aku,
aku tak sanggup
lagi dengan semuanya
Inilah
kegagalan hidupku, untuk yang ketiga kalinya aku gagal, aku mengakhiri hidupku
di hadapan makam anak dan cucuku sendiri. Maafkan aku ya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar